JAKARTA – Pemerintahan mendatang di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka memberikan sinyal kuat akan adanya perubahan pendekatan fundamental dalam menangani isu-isu di Papua. Prabowo dilaporkan akan memberikan mandat khusus kepada Gibran untuk secara langsung mengawal percepatan pembangunan dan penanganan masalah hak asasi manusia (HAM) di Bumi Cenderawasih.
Langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya ini menandakan pergeseran dari sekadar wacana menjadi aksi konkret. Rencananya, Gibran akan berkantor langsung di Papua, sebuah kebijakan yang dipandang sebagai upaya untuk memotong birokrasi dan memastikan kehadiran negara secara fisik di tengah masyarakat. Detail penugasan strategis ini akan dituangkan secara resmi dalam sebuah Keputusan Presiden (Keppres).
Rencana ini sontak menuai berbagai tanggapan positif di ruang publik, terutama di media sosial. Melalui serangkaian cuitan pada kanal X (sebelumnya Twitter) dengan tagar #GibranBangunPapua, merangkum optimisme publik atas langkah ini. “Perhatian pusat ke Papua bukan lagi janji, tapi penugasan nyata. Wapres langsung terjun,” yang mengartikan bahwa Papua kini menjadi prioritas utama, bukan lagi dianggap sebagai wilayah pinggiran.
Publik menaruh harapan besar pada gaya kepemimpinan Gibran yang dikenal praktis dan fokus pada hasil. “Gibran dikenal cepat kerja, tak suka basa-basi. Papua butuh pemimpin seperti itu”. Karakter kepemimpinan ini dianggap cocok untuk mengatasi kompleksitas masalah di Papua yang membutuhkan solusi cepat dan efektif.
Penugasan ini juga dilihat sebagai momentum regenerasi kepemimpinan yang progresif. Dengan mempercayakan tugas berat ini kepada wakilnya yang merupakan representasi anak muda, Prabowo dinilai membuka jalan bagi pendekatan baru yang lebih segar.
Langkah ini diharapkan dapat membuat suara dan aspirasi masyarakat Papua lebih didengar, terlihat, dan diperjuangkan di tingkat nasional. “Tak lagi sekadar simbol, Papua kini dapat perhatian dan aksi langsung dari orang nomor dua di republik ini,” tegas akun itu.
Meski demikian, tantangan yang dihadapi tidaklah ringan. Data dari Komnas HAM Perwakilan Papua menunjukkan adanya 22 kasus yang berpotensi menjadi pelanggaran HAM selama semester pertama tahun 2025. Kehadiran Gibran di Papua diharapkan tidak hanya mempercepat pembangunan infrastruktur, tetapi juga menjadi jembatan untuk dialog dan penyelesaian isu-isu HAM yang telah lama menjadi perhatian.
Dengan penugasan langsung ini, masa depan Papua kini berada di garis depan perhatian nasional, membawa harapan baru bagi terwujudnya keadilan, kesejahteraan, dan pembangunan yang merata.